Ada fase hidup saat kita tidak memperoleh kebahagiaan. Sisa pilihan selanjutnya hanyalah rasa sakit. Maka manusia harus belajar memilih yang tidak lebih menyakitkan daripada lainnya.
Setiap pilihan akan dihadapkan pada keharusan menjalankan resiko-resiko yang ada di baliknya. Dihadapkan pada sebuah pilihan memang menjadi kenyataan berat bagi seseorang yang tidak sanggup menghadapi resiko tersebut, atau berbesar hati menyiapkan kejutan-kejutan yang akan muncul setelahnya. Percaya atau tidak, tiada seorang pun yang bisa menghindari pilihan dalam hidup. Mau nggak mau, suka nggak suka, baik saya atau kamu, tetap harus memilih, sebab dalam setiap pilihan ada sebuah skenario hidup yang harus dijalani.
Jika kehidupan diibaratkan sebagai sebuah huruf, maka hidup akan berawal dari huruf B (birth) dan D (death). Tetapi di antara kedua huruf B dan D, ada C sebagai (choice/pilihan) and you will always ask yourself what choices should it be. Tawarannya hanya ada dua, entah itu suatu hal yang menyakitkan ataupun membahagiakan, dan semuanya bukan tanpa konsekuensi.
Dalam hati pernah terbersit sebuah pernyataan,”Seandainya dalam hidup ini saya tidak dihadapkan pada banyak pilihan, bukankah hidup menjadi lebih mudah?” Ya, benar. Namun, satu statement utama inilah yang memaksa saya harus terbiasa memilih: menjadi tua atau dewasa.
Menjadi tua dan dihadapkan pada banyak pilihan belum tentu membuat saya menjadi pribadi dewasa. Nah, untuk menjadi dewasa, dalam menyikapi beragam pilihan yang silih berganti menghiasi hidup saya, tentu saya harus menganalisa resikonya, lalu memikirkan kematangan rencana pasca memilih, dan menyikapi situasi yang akan timbul kemudian. Hal ini tentu membutuhkan logika dan isi otak secara dewasa.
Tetap saja, saya benci memilih. Sebab seringkali ketika saya memutuskan untuk bertahan (pilihannya berhenti atau bertahan; karena kondisi untuk melangkah belum memungkinkan), kenyataannya pilihan tersebut membuat kondisi semakin rumit.
Hidup itu memang pilihan. Setiap manusia berhak atas pilihan jalan hidupnya yang dianggap benar ataupun sekedar pantas.
Ketika harus memilih saat ingin hidup yang baik atau buruk, merespon dengan diam atau memilih bertindak.
Sebaik buruknya kehidupan, meraba dalam hitam atau putih, kita harus tetap memilih untuk merangkak bahkan berlari. Pada akhirnya kehidupan dihadapi lewat jalan lurus atau juga berliku. Seberliku apapun itu, entah bagaimanapun cara yang ditempuh, selalu berharap langkah yang diambil mengarah pada kebenaran.
Semasa hidupnya kakek saya pernah berkata: hidup itu memang pilihan, tetapi jangan sekali-kali menyesal atas hal yang kamu pilih. “Pilihan saya sekarang hanya hidup atau mati. Kalau boleh saya lebih memilih mati, saya ambil.” begitu kata beliau (saat itu beliau mengidap diabetes dan komplikasi ginjal hingga sering bolak balik rumah sakit).
“Sayangnya, saya tidak bisa memilih untuk mati karena saya menghargai support semua keluarga. Tetap bertahan adalah hal yang tidak pernah saya sesali.”Pada akhirnya saya membiarkan semuanya terjadi. Saya tahu dalam hidup ini, setiap pilihan ada batasannya, pun seperti kemampuan kita. Maka dari itu saya berusaha untuk selalu menghadapinya dengan ketenangan. Pilihan yang berakhir baik akan menjadi kenangan. Namun jika gagal dengan pilihan tersebut, jadikanlah pelajaran berharga.
Sometimes you make choices in life and sometimes choices make you. That’s all.
Thank you for reading, fellas!
Lots of love,