Have a good daaaaayyy buat kalian cewek-cewek doyan online seperti saya, Ibu-Ibu muda, Ibu-Ibu yang sudah lama menjadi Ibu, wanita, pria, siapapun yang suka mengunjungi blog ini. Sekali lagi, HAPPY WEEKEND! 🙂 Post terakhir saya kurang lebih bulan lalu. Karena kesibukan yang melanda, akhirnya blog ini terlantar selama beberapa saat. Dalam rentang waktu tak tentu itu, saya sudah mengalami banyak hal menarik. Eits, tapi bukan pengalaman-pengalaman menarik saya yang akan diceritakan, tapi ada satu hal yang menggelitik saya. Kata MEMASAK.

Ketika saya berprofesi sebagai jurnalis, banyak sekali restoran atau cafe yang saya datangi untuk dijadikan tempat review. Makanannya pun beraneka ragam. Rasanya bermacam-macam. Jangan ditanya, mereka pasti menjual kualitas mulai dari interior, taste makanan, penyajian, dan juga service. Nah, sempat masuk ke salah satu restaurant bintang 5 di daerah Jimbaran, saya ketemu dengan Chef yang menyandang gelar Michelin Star Chef, artinya sama seperti gelar MVP-nya pemain basket atau Awards bergengsi sekelas Oscar bagi selebritis dunia. Ngobrol sebentar, saya bertanya kenapa beliau bisa jadi Chef. Katanya,”Cooking is an art, it is not merely the practical execution of the meal. Behind it is research, your own knowledge. An art which presents a thought, a philosophy, whether it is architecture or cookery”. Begitulah.

Tapiiii.. yang akan saya bahas disini bukan prestasi Chef itu atau mereview restaurant yang sudah terkenal kualitasnya jempolan (kecuali kalau saya dapat benefit back dari review itu ya, hihihi)

Memasak memasak memasak memasak…. kalau nggak masak, perut nggak akan terisi. Meskipun jaman sekarang apa-apa tinggal beli (gampang dan praktis), tapi seni memasak bukan tidak mungkin ada dalam salah satu diantara kita. Buktinya, ada yang jadi wedding cake decorator, cupcake lukis, Western food, Chinese food, Korean food, dan segala macam bentuk makanan aneh bin nyata yang ada di dunia ini. See? Betapa banyak jumlah manusia yang bisa memasak! Bahkan sekedar menceplok telur ke dalam teflon tanpa gosong juga sudah masuk dalam kategori ‘bisa’ memasak.

Bagaimana dengan kamu di rumah?

Apa kegiatan memasak hanya jika suami ada di rumah, anak-anak baru pulang, atau kepada kaum penghuni kos sejagat raya, apakah kalian memasak mie instan saat diri sendiri kelaparan, atau memasak untuk menyambung hidup dengan berjualan makanan?

Berarti itu termasuk suatu KEHARUSAN. Siapapun tahu kalau Anda bisa memasak, tapi bukan berarti kamu sedang ingin memasak dan juga bukan berarti suka. Apalagi jika ditambah dengan rasa kecewa jika makanan yang  dimasak nggak habis, atau malah rasa kecewanya berganti dengan rasa marah. Siapa tahu kalau nggak masak malah suami marah, anak rewel, diri sendiri kena maag, atau tidak menghasilkan uang sepeserpun hanya karena kamu tidak memasak.

Bagaimana jika HOBBY? Hobi itu kalau ritme mencoba resep barunya nggak tentu, kalau lagi mood, baru deh masak. Kalau nggak mood, malah nggak masak sama sekali. Jadi hal yang berpengaruh disini adalah MOOD. Kurang tepat? Correct me if I wrong 🙂

Kenapa saya bilang begitu? Karena untuk menjalankan hobby diperlukan rasa gembira untuk menghasilkan masakan yang enak. Buku resep yang sudah dipersiapkan, juga segala macam alat masak yang perlahan-lahan bisa membuat Anda semakin ahli. Learning by doing katanya. Tapi orang-orang yang memasaknya sebatas hobby ini, masih menomorsatukan rasa dan belum menemukan packaging dan cara plating yang ‘Duh, Gue banget!’. Yang penting enak dan.. pengakuan atas rasa enak itu masih sangat diharapkan oleh para penghobi masak. Pengakuan adalah segala-galanya *Duh lebay :p

Passion.

Pernahkah kamu menonton Farah Queen di TV, atau Chef Juna, atau siapapun yang bisa mengolah bahan makanan aneh dari seluruh nusantara menjadi lezat dalam sekejap mata? Contohlah dari mereka jika ingin menggunakan memasak sebagai sebuah passion. Memasak adalah seni, maka kamu perlu membuka lebar-lebar jalan di otak untuk menemukan ide-ide baru yang brilian dan kreatif. Bukan hanya sebatas hobby, passion akan selalu membuatmu kecanduan memasak, lagi, lagi dan lagi! Bukan hanya sekedar pengakuan, passion akan menjadikan memasak sebagai profesi dan tujuan; bukan lagi suami, anak-anak, diri sendiri, atau bahkan orang yang membeli lauk yang telah jadi.

Passion membuat memasak itu menjadi lebih prestisius. Passion membuat memasak menjadi lebih tulus dan lebih memancarkan aura kebahagiaan. Artinya, tidak akan ada raut wajah terpaksa, atau perasaan kecewa jika kamu memasak sesuatu dan tidak disukai orang lain. Penilaian dan pengakuan orang lain bukan lagi tujuan, melainkan kepuasan terhadap diri sendirilah yang utama, keinginan untuk memperbaiki lagi dan lagi, hingga kamu menemukan karakteristik dalam memasak. Bisa menghasilkan masakan yang indah, enak, sehat dan memikat dan dikenal orang karena ciri khas masakan yang kamu buat, itulah passion.

Kira-kira, kamu termasuk tipe yang mana?

But in the end of the day, cooking will always be a main part of our lives. Happy cooking to all of you, cooking lovers in the whole world!

Thank you for reading, fellas!
Lots of love,