Be careful of what you wish for.
Pada semua kemungkinan hal buruk yang terjadi dalam hidup, quote tersebut sangat perlu ruang post-it khusus jika tertempel di kepala.
Sejak lama saya memang berkeinginan untuk memelihara dan merawat anjing, entah mengadopsi atau membeli anjing apapun jenisnya—tidak ada preferensi khusus atas ras anjing tertentu, bahkan jika membeli anakan anjing lokal Bali pun, nggak masalah. Setidaknya punya peliharaan. Alasannya, Wigar selalu terlihat excited jika ada hewan lewat depan rumah. Dia mendadak histeris kegirangan.
Masalahnya, saya takut jika tidak bisa merawat anjing dengan baik karena sibuk bekerja. Meski ada mbok di rumah yang notabene penyayang binatang, tetap saja, tugas utama mbok harus fokus menjaga Wigar.
Saat keinginan saya untuk memiliki peliharaan sudah dalam taraf ‘ya sudahlah, mungkin lain waktu‘, serta bulan-bulan stay at home terasa sangat lamaaa —sampai rasanya kualitas hidup saat pandemi terasa menurun~ ada seekor anjing dengan kondisi menyedihkan, wara-wiri di depan rumah. Tepatnya dekat tong sampah. Terlihat seperti anjing tidak makan berhari-hari, juga kulit penuh eksim.
Saya abaikan. Anjing kondisi serupa seringnya numpang lewat, terlebih ada kalung melingkar di leher. Mungkin ada pemiliknya, pikir saya. Begitu sore tiba, seperti biasa saya ngajak Wigar jalan-jalan di sekitar rumah. Ternyata dia masih meringkuk lemas, geser dikit ke depan rumah tetangga. Kasihan banget—emang ya, dasar Pisces. Balik pulang lalu ambil nasi dan lauk. Duh, makannya lahap sekalay.
Long story short, anjing ini akhirnya kami coba untuk rawat tanpa pertimbangan apapun. Semua setuju.
Hari pertama, anjing ini belum memiliki nama. Saya masih menyebut dia guguk jika Wigar menunjuk ke arahnya. Udah coba posting di sosmed juga, siapa tahu pemiliknya nongol; hasilnya nihil.
Anjing ini nampak pernah dipelihara sebelumnya dan tergolong pintar. Ia memiliki kebiasaan naik ke motor, nggak pernah mau masuk ke dalam rumah (kandangnya saya letakkan di luar, aman dari hujan dan panas), mau buang air juga nggak pernah di teras rumah, selalu di tempat yang menurutnya tepat. Hanya saja kami bingung karena satu hal: dia belum pernah menggonggong sejak dibawa pulang. Apa dia sakit? Padahal, soal makanan sama sekali nggak rewel.
Kekhawatiran tersebut ternyata tidak beralasan. Gonggongan mulai terdengar setelah satu minggu sejak kedatangannya, itupun karena ada sesuatu lewat di depan rumah. Dia juga sudah bisa merespon dengan kibasan ekor ketika salah satu dari orang rumah keluar atau mengajaknya bermain. He’s such a lovely boy~
Suatu ketika, entah hari ke berapa. Anak tetangga (kelas 2 SD) yang pagi-pagi sering main sama Wigar, bertanya,”Tante, anjing itu namanya siapa?”
“Belum punya nama. Ada ide nggak?” Saya merespon. Penasaran juga kira-kira nama apa yang akan disebut?
“Kasih nama Bingo aja,” katanya.
“Kenapa?”
Lalu dia bernyanyi.
There was a farmer had a dog
and Bingo was his name-o.
B-I-N-G-O
B-I-N-G-O
B-I-N-G-O
And Bingo was his name-o.Clap!
Saya bengong.
Waaah, brilian kamu dek!
Bingo sounds a good idea. Bingo juga masuk akal sih, it was kinda a surprise I found this stray dog wandering around the neighborhood. Mirip seperti Eureka! moments in science.
Jadi begitulah, nama Bingo tercetus dari anak tetangga, juga dari lagu dengan judul sama yang sering dia dengarkan.
Begini penampakan Bingo sebulan setelah bersama kami.
Tidak ada yang salah dengan keinginan. Jika belum terkabul, mungkin Tuhan sedang memilah keinginan-keinginan dalam daftarmu untuk memastikan hal terbaik ada di waktu yang tepat.
Update:
RIP Bingo, June 2020 – January 2021 karena usia yang udah tua (ternyata). Setelah menderita eksim kulit (back and forth) selama beberapa bulan lalu sempat sembuh total, Bingo lalu kena katarak, mulai gemetar dan susah makan.
We are more than happy that we found you and be the part of your family.
Till then,