Mengajar bahasa Inggris ketika tidak memiliki embel-embel Sarjana Sastra Inggris atau Pendidikan Bahasa Inggris apakah mampu membuat seseorang insecure? Kalau iya, saya adalah salah satu yang sangat merasakannya.
Tahun 2014, saya diterima di sebuah lembaga kursus bahasa swasta. Padahal hanya ngandelin modal iseng-iseng karena bosan menganggur dan ingin menantang diri dengan hal baru.
Saya yang awalnya pede, begitu dikasih rincian job desc langsung berasa terjun bebas. Ngajar, man!
Lah iya, ngelamar jadi tutor, masa mau nyabutin rumput di halaman?
Iya, mereka buka lowongan sebagai tutor Bahasa Inggris, pastilah tugasnya mengajar. Saya nggak pernah menyangka akan diterima; terlebih saat tes ngajar tanpa persiapan, ambyar total karena grogi. Entah apa pertimbangan perusahaan saat itu.
Lucky? Tell me about it.
Pengalaman ngajar pernah, sih. Ngajarin adik sendiri termasuk engga ya? Hehe. Yang jelas bukan secara resmi sebagai pengajar part time dan sejenisnya. Hanya saja sebelumnya memang saya sempat bekerja sebagai jurnalis majalah berbahasa Inggris—satu-satunya pekerjaan yang saya dapat setelah lulus kuliah. Hmm… mungkin hal ini yang menjadi pertimbangan perusahaan?
Long story short, begitu diterima, saya mulai belajar cara mengajar semampunya. Belajar lewat artikel-artikel perihal ilmu mengajar bahasa asing yang berserakan di Google. Bertanya ke teman yang berprofesi sebagai guru tentang cara menyusun lesson plan.
Disclosure: Pengalaman pribadi ini murni otodidak dan sebenarnya tidak layak untuk ditiru, hehehe. Saran saya sih ambil pelatihan singkat jika ingin menjadi guru Bahasa Inggris betulan.
Oh ya, berikut adalah kategori siswa yang saya ajar. Tenang, saya nggak seberuntung itu bisa menguasai teknik mengajar untuk semua kalangan, usia, level pendidikan dan karakter individu.
- Mereka kebanyakan novice atau pemula. Pernah ada yang tanpa kenal bahasa Inggris satu kata pun, jadi kuota sabar harus sering di top-up selain dari kreativitas cara mengajar, mengingat jumlah pertemuan juga terbatas.
- Seringnya melalui metode one-on-one interactions atau kelas privat. Jarang banget saya ngajar grup. Kalau ada, hanya maksimal tiga orang aja, biar tetap fokus.
- Golongan usia mayoritas dewasa untuk meningkatkan skill bahasa Inggris di tempat kerja. Kira-kira 18-40 tahunan lah. Saya sangat jarang mengajar anak usia dini atau anak sekolahan karena ini ada teman yang lebih expert di bidangnya. Untuk kelas TOEFL atau IELTS juga dihibahkan kepada kolega.
Mengajar pemula, saya akui, memiliki tingkat kesulitan yang lumayan. Apalagi kalau memang belum mengenal satu kata pun. Nah, biasanya, begini cara saya mengajar seorang pemula—dan cukup efektif sejauh ini:
Menyiapkan lesson plan sesuai tingkatan kemampuan
Jika seseorang dengan kemampuan menengah bisa menguasai tenses dalam 15 kali pertemuan, siswa pemula tidak akan diberikan lesson plan yang sama. Saya biasanya menyusun jenjang level (bukan MLM loh ya) dalam pengajaran. Jadi di awal saya jelaskan, jika siswa ingin berhasil dalam belajar bahasa Inggris, kelasnya mesti intensif dan sejak awal disarankan untuk mengambil beberapa level. Ini mempermudah penyusunan lesson plan dan tidak mesti kejar-kejaran harus selesai dalam sekian kali jumlah tatap muka.
In the end of the day, decision is theirs 🙂
Gali kemampuan yang ia miliki
Pada pertemuan pertama, saya biasanya meminta siswa melakukan perkenalan diri dan cerita singkat tentang keluarga atau pekerjaan atau kegiatan yang sedang dijalani belakangan, dalam bahasa Inggris. Dari sini saya bisa mengukur kemampuan dasar speaking (sekaligus grammar).
Untuk mengukur kemampuan listening sekaligus writing, saya menyiapkan beberapa lagu; mulai dari lagu anak-anak yang liriknya gampang dicerna atau memutarkan lagu pop dengan pronunciation yang jelas dan meminta siswa untuk menuliskan lirik yang mereka tangkap.
Kalau menilai reading, saya harus menyiapkan soal-soal latihan dengan bacaan beragam.
Jika saya sudah mendapat gambaran, fokuskan kepada skill yang perlu banyak latihan.
Nah, kembali ke poin pertama di atas, lesson plan juga akan berbeda jika siswa pemula ingin latihan untuk fokus ke salah satu skill, by request. Misalnya bagi yang bekerja di hotel, mereka ingin fokus di speaking saja. Meski kompetensi lain dianggap perlu, tetapi tetap perbanyak latihan berbicara. Begicyu~
Flash cards untuk mengasah vocabulary
Seperti halnya mengajar anak usia dini, flash cards dengan gambar dan kata sangat membantu mengingat kosakata baru. Mempelajari bahasa asing dari nol memang perlu usaha untuk mengingat kosakata. Ini saya terapkan juga saat belajar bahasa Korea, it really works. Coba saat break, selipkan permainan flash cards dengan siswa.
Menyiapkan topik diskusi
Kalau siswa lagi bosan, capek atau malas belajar, nggak apa-apa menghabiskan waktu dengan mengobrol. Pilih satu topik kekinian untuk dibahas. Rule-nya adalah: English, please. Berdiskusi santai menggunakan bahasa Inggris jadi cara yang efektif untuk mengasah kemampuan berbicara siswa. Selipkan juga slang jika diperlukan.
Itulah cara-cara efektif saya mengajar Bahasa Inggris untuk pemula. Motivasi belajar adalah yang utama. Jadi, persiapkan materi-materi yang relevan dengan profil siswa, serta buat kegiatan belajar menjadi aktif serta menyenangkan.
Maaf para suhu per-guru-an bahasa Inggris, jika ada masukan, mohon berkenan untuk memberikan komentar di bawah ini. Terima kasih 🙂
Ummu Putri
Terima kasih sudah berbagi pengalamannya!
afda
terima kasih sudah berbagi kak, sangat bermanfaat
Galuh Ginanti
Sama-sama kak 🙂