Kelahiran bayi seorang teman dengan segala drama new mom yang saya lihat melalui status Whatsapp-nya, membuat saya mengenang kembali bagaimana saya mengatasi gangguan kesehatan mental yang juga saya alami pasca melahirkan Wigar satu setengah tahun lalu; baby blues syndrome.
Ternyata memang tidak cukup jika hanya membekali diri dengan informasi sebanyak-banyaknya serta memantapkan hati bahwa setelah melahirkan, perasaan membahagiakan menjadi Ibu adalah mutlak adanya. Setiap proses kelahiran, bagi seorang Ibu – baik operasi caesar maupun normal, kondisi emosional pasca melahirkan sangat sensitif karena adanya perubahan hormon. Terlebih lagi jika tidak ada support system yang mendukung. Jadi, jangan remehkan keluhan kesehatan mental ini ya, bapak suami, jika tidak ingin baby blues ini berkembang menjadi sesuatu yang destruktif.
Meskipun keluhan yang dialami setiap Ibu berbeda-beda dan cenderung hilang muncul; rasa khawatir, gelisah, kaget sekaligus bingung, atau bisa jadi karena terlalu senang, akan memicu perubahan suasana hati mendadak alias mood swing adalah gejala umum yang saya alami saat itu—dan mungkin juga Ibu baru lainnya. Gampang nangis, gampang juga meledak-ledak. Nah, dari pikiran bercabang macam:
“Duh, bisa nggak ya saya jadi ibu yang baik? Nanti kalau bayi sekecil ini ngurusnya nggak becus, terus sampai sakit, kudu gimana?”
“Bayi pup ganti popoknya gimana sih, padahal udah belajar sebelumnya… bisa nggak ya?”
“Mandinya di lap aja atau bak mandi bayi? Kalau tali pusarnya luka mesti gimana? Aduh takuuut…”
Hingga: “Eh ini beneran anak gue? Ya ampun lucu bangeeeet.. (lalu nangis sesenggukan karena bahagia)” kind of thing, amat sangat mempengaruhi kesehatan mental. Kondisi ini saya alami sekitar satu setengah bulan. Meskipun banyak hal terjadi pasca lahiran yang bikin diri ambyar, percayalah, hal-hal berikut akan sangat membantu memulihkan kewarasan.
Komunikasikan dengan orang terdekat, jangan segan meminta bantuan
Sebelum HPL tiba, suami berencana untuk tidak meminta bantuan keluarga besar karena kami ingin mencoba mandiri. Saat itu operasi caesar tidak ada dalam kamus saya karena kami percaya dengan dokter yang kami pilih; beliau pro-normal. Namun saat emergency case menghadang (umur kehamilan memasuki 42 minggu dan kontraksi tiba-tiba hilang), operasi terpaksa dilakukan.
Beruntungnya, Meme (panggilan Ibu dalam bahasa Bali) dan Ibu (mertua) saya bergiliran menemani dan memberi support penuh. Jika suami tidak mendapatkan cuti bekerja atau minta bantuan keluarga pun dirasa tidak memungkinkan, mintalah bantuan teman dekat atau tetangga. Pokoknya, new mom harus punya teman bicara, jangan sampai merasa sendirian. Mendatangkan tenaga kesehatan yang punya sistem on call juga boleh ketika merasa belum pede merawat bayi baru lahir.
Mencoba berdamai dengan kondisi badan
Beberapa jam setelah melahirkan, sekujur tubuh bengkak dan timbul ruam berair (ini gatal pake banget!) di lipatan tangan dan kaki. Sebelum operasi tentu saya sudah melewati serangkaian tes alergi, tapi ternyata penyebabnya ada di salah satu kandungan obat saat pemulihan. Syok berat, sungguh. Bekas ruam sangat terlihat di lengan dan kaki; habis masa cuti kerja pun masih berbekas samar.
Pun perihal berat badan. Tadinya saya pikir begitu bayi lahir, bentuk tubuh bisa kembali seperti semula… semua memang perlu waktu, hehehe.
Jadi begitulah, berdamai memang pilihan yang tepat. Meskipun mengeluh menjadi makanan sehari-hari, dengan produk skincare mumpuni, kulit saya kembali normal meskipun harus merelakan midi–dress kesukaan masih tersimpan rapi di lemari. Berat badan idaman (bahkan melebihi target capaian) saya dapatkan dalam waktu satu setengah tahun setelah rutin olahraga dan kembali intermittent fasting—yep, memang lama, karena Wigar lagi ASI eksklusif. Anak itu nomor satu lah, penampilan masih bisa dikesampingkan.
Memahami bahwa tidak hanya Ibu saja yang berjuang
Begadang sungguhlah berat. Siklus tidur yang mirip kalong ini sempat trending dan ‘menantang’ saat masih muda doeloe~ entah kenapa begitu stressful begitu menjadi ibu. Tiada hari tanpa ngomel dan mengeluh, lalu kemudian nangis tanpa sebab. Saya yakin pak suami pasti pusing lihatnya. Dia bahkan sempat jatuh sakit di minggu ketiga pasca persalinan karena ikut begadang.
Sewaktu ASI masih dikit-dikitnya, ibu mertua benar-benar nyekokin saya dengan makanan sehat, buah, kacang-kacangan dan minuman daun katuk bikinan sendiri—saya makan sesuatu secara bergantian hampir setiap jam dan juga menerapkan power pumping. Hasilnya memang nggak main-main, volume ASI meningkat seminggu kemudian! Yuhuu~
Saat berjuang melawan baby blues ini, percayalah, orang-orang terdekat juga sedang berjuang untuk memaklumi keadaan seorang new mom. Konsep inilah yang membuat saya harus berpikir positif dua kali lebih sering agar kesehatan mental cepat pulih dan tetap waras kemudian.
Tidur sesering mungkin, sediakan banyak cemilan sehat, minum air putih dan olahraga ringan
Tidurlah saat anak sedang tidur, makanlah buah atau jus meski tidak lapar, begitu pesan Ibu dan Meme. Ingat, sebulan pertama, waktu tidur sangat berharga. Begadang itu wajib hukumnya karena bayi akan selalu merasa lapar, buang air, atau rewel di tengah malam. Penuhi cairan tubuh dengan cukup minum dan sempatkan olahraga ringan untuk membantu meningkatkan hormon endorphine agar suasana hati segera membaik. And yes, olahraga memang ampuh mengurangi stres.
Sempatkan me-time setiap hari
Mungkinkah seseorang bosan tidur? Eh, saya!
Bayi baru lahir biasanya tidur cukup lama dan sering, selama merasa kenyang. Ketika bosan tidur melanda, saya memanfaatkan waktu dengan membaca buku sambil tiduran menemani Wigar, mendengarkan musik, nonton drama Korea atau film. Lakukan apapun yang membuat hati senang~ minim aktivitas hanya akan memperparah kondisi baby blues, pikiran jadi ngelantur kemana-mana, kan.
Jangan memaksakan diri
Sebelum ada babysitter—kurang lebih dua bulan setelah melahirkan, saya nggak pernah terlalu memikirkan tentang cucian piring, pakaian kotor, pekerjaan rumah dan printilannya. Memasak pun hanya jika ada waktu. Masih ada jasa online dan laundry dekat rumah, pikir saya. Suami pun siaga membantu kapan saja.
Tidak baik untuk mematri statement dalam pikiran bahwa Ibu adalah manusia serba bisa, dahling. New mom yang belum menguasai apapun soal mengurus anak itu sah-sah saja. Ketika saya memaksa diri untuk merasa masih-mampu-melakukan-segalanya setelah punya anak, saya malah capek sendiri. Bikin drama untuk diri sendiri itu melelahkan.
Curhat jika beban ‘terasa penuh’.
Curhat sama suami meski dia hanya lebih sering mendengarkan (sesekali memberi solusi, sih, kalau saya butuh, hehehe) cukup membantu melonggarkan ruang di benak saya yang sering overthinking ini. Saya juga sering gangguin teman yang sudah punya anak tiga dan notabene sudah berpengalaman dong, ya.. Kenalan nakes juga bisa diajak konsultasi kalau perlu.
Hal yang paling ditakuti Ibu baru: anak sakit. Eh, jangan panik!
Beberapa jam setelah pulang dari rumah sakit, Wigar mendadak panas tinggi dan kulitnya agak kuning. Di umur belum genap tiga hari, saya jelas panik berat! Suhu tingginya disebabkan oleh dehidrasi karena ASI seret dan saya berprinsip tidak memberikan susu formula (kalau dipikir-pikir, saya egois banget waktu itu). Alhasil saya dan suami balik lagi ke rumah sakit jam tiga dini hari—enam jam setelah tiba di rumah, pergi naik motor agar tiba di RS dengan cepat dan berboncengan dengan kondisi jahitan masih basah. Duh gusti, Wigar ini lho, masih berstatus bayi merah! Karena didiagnosis jaundice (kadar pigmen kuning atau bilirubin berlebih sehingga kulit dan mata bayi terlihat kuning), Wigar akhirnya di fototerapi. Sediiiiiih.
Pengalaman tersebut membuat saya trauma jika Wigar demam. Pasalnya, nggak mudah menemukan pediatrician yang cocok dan dekat rumah. Demam ini sempat dialami juga saat imunisasi kedua. Tentunya, jika ditangani dengan tepat, sakit yang dialami anak tidak akan membahayakan. Sekarang kalau sakit mah udah gampang, konsultasi bisa online, via Halodoc. Saya bisa tahu info dokter anak terdekat, kalau tidak bisa langsung pergi ke dokter dini hari namun situasi lagi gawat, Halodoc punya fitur chat, voice maupun video call siaga 24/7. Obat yang telah diresepkan bisa delivery tanpa ribet kena macet, antre, dan gratis pengiriman. Membantu banget di saat situasi pandemi Corona yang mengharuskan stay at home gini.
Baby blues itu normal dialami oleh setiap ibu, maka dari itu kenali dengan baik jika mengalami gejalanya sehingga bisa ditangani lebih dini. Kesehatan mental dan fisik itu penting setelah persalinan karena berpengaruh terhadap pengasuhan bayi dan kondisi keluarga nantinya. Jika gangguan ini berlanjut, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan psikolog (juga bisa ditemukan di Halodoc) agar keluhan tidak semakin parah.