Pernah nggak sih berpikir kalau proses kehidupan semodern sekarang itu berakar dari proses penantian (dan usaha) panjang? Siapa yang nyangka sekarang terbitlah iPon 7, siapa yang nyangka TV bisa dipakai internetan juga, siapa yang tahu juga kalau nanti pintu kemana saja akan ada di muka bumi? Siapa tahu juga nanti saya bisa jalan-jalan ke luar negeri untuk pertama kali? Nggak ada yang bisa menebak dengan siapa Tuhan merencanakan pertemuan di hidup setiap orang. Kita hanya bisa menunggu.

Nah, menunggu. Menurut saya, menunggu itu seni; melatih kesabaran. Menanti sesuatu itu cukup menantang buat saya yang notabene tidak sabaran. Saya rasa, jika melakukan survey ‘suka nggak kalau nunggu?‘ kepada 100 orang, 90 persennya pasti akan menjawab nggak suka nunggu. “Kenapa sih nggak sekarang aja?” atau “Duh, nggak bisa dipercepat kali ya?” menjadi keluhan-keluhan yang sangaaaaaaat umum diucapkan. Menunggu kadang membuat kita pasif, atau malah membuat kita semakin berkembang.

Ini artikel kesekian yang temanya yang agak-agak garing tapi ngena, hehe 😛
Saya dedikasikan untuk orang yang lagi nunggu jawaban, nunggu dapat kerjaan baru, nunggu kabar baik, nunggu hasil Ujian Nasional, nunggu gebetan putus dari pacarnya, atau nunggu saat yang tepat untuk mengatakan sesuatu (misalnya, Mak aku hamiiiiiilll *padahal kamu cowok* *dikemplang*). Hasil dari menunggu bisa kamu prediksi sendiri, depend on how hard your efforts were. Tapi dalam hal menunggu untuk mengatakan sesuatu, ehm, semakin ditunggu, semakin galau lah kamu. Trust me, mengucapkan apa yang ada di pikiran akan 100 kali lebih melegakan ketimbang nggak pernah bilang sama sekali. Perasaan itu nggak bisa bicara, karena itulah kita dianugerahi mulut, ya kan?

Saya tahu setiap orang punya alasan menunggu. Pada dasarnya setiap orang takut akan jawaban penolakan, termasuk ketika ingin mengutarakan perasaan. Maka dari itulah mereka memilih untuk menunggu untuk berbicara, pun juga menunggu hasil terbaik dari apa yang akan dilakukan. Maka dari itulah waktu yang tepat dipilih sebagai alasan untuk mengungkapkan. Gimana kalau orang di seberang sana memiliki prinsip: “aku akan menunggu ketika hanya kamu yang tahu sejauh mana aku harus berhenti”?

Nggak ada yang salah dengan menunggu. Itu menjadikan seseorang lebih bertindak hati-hati, berfikir lebih branchy, dan tentu kalau plan A gagal, orang itu akan menyiapkan another 25 letters plan untuk mengabsenkan hati dari rasa kecewa.

Saya harap setiap orang yang sedang menanti segera mendapatkan hasil terbaik yang diharapkan. Tak masalah jika menunggu sembari menggantungkan doa untuk orang terkasih di antara bintang-bintang, berharap bahwa waktu akan memerahkan rasa bosanmu akan penantian, akhirnya meranggas perlahan, layaknya dedaun pohon Maple di musim gugur. Berdoalah waktu akan membawa kabar buruk pergi, bersama angin akan membawa mereka terbang sejauh mungkin.

Don’t wait too long because you might miss your chance. I know nobody wants to wait forever, but sometimes, you have to trust that God’s timing is perfect.