Selamat Tahun Baru 2021~

Hari pertama dari 365 halaman di tahun ini terasa tidak jauh berbeda dari kemarin-kemarin. Tapi saya akui, ada nuansa ‘fyuh-moment’ setelah bisa melepas tahun penuh perjuangan untuk bertahan.

Mengucapkan selamat tinggal kepada 2020 nyatanya serupa kelegaan; berbulan-bulan dipaksa keadaan menerapkan kehidupan baru dengan cara berbeda tiga ratus enam puluh derajat dalam kurun waktu singkat. Tanpa bepergian, tanpa pertemuan. Kehilangan orang tersayang, pekerjaan, waktu tanpa makna, pencapaian, rasa percaya… Segalanya berbatas. Chaotic.

Bagi saya, kilas balik selama setahun ke belakang penuh dengan drama terberat. Dua hari setelah ulang tahun di bulan Maret, situasi mendadak berubah drastis. Lapangan kerja di Bali yang mengandalkan pariwisata berimbas kepada pekerjaan saya dan suami. Pemasukan keluarga menurun. Memutar otak untuk mencari penghasilan tambahan bukan hal mudah, terlebih saat daya beli masyarakat sedang lesu. Peluang bak tertutup rapat karena skill saya tidak banyak. Long story short, I have no longer a permanent job, since September. Untungnya, work from home masih berlaku bagi suami dengan workload relatif ‘normal’.

Akan selalu terbit keluhan saat hari-hari tersulit menghantam. Saya bahkan berhenti menulis gratitude journal justru karena merasa dunia berputar cenderung lebih cepat dan terlalu fokus pada perasaan cemas yang berulang hingga lupa bahwa ada banyak kejadian lain membawa manfaat di kala pandemi melanda.

Bangun pagi-rutinitas emak-emak-tidur lagi. Repeat. Begitu datarnya.

Membosankan.

Hingga lupa bahwa di waktu-waktu berlalu sangat cepat itu. saya punya target untuk meminimalisir segala bentuk perilaku toksik terserap ke dalam diri. Sebagian berhasil menggerogoti energi lalu merasa tidak berguna.

Padahal, di waktu yang melimpah ini, saya punya banyak sekali hal untuk disyukuri. Misalnya:

Anak stop mogok makan dan mulai belajar ngomong
Hal terbesar yang sangat saya syukuri adalah ini. Wigar yang menginjak usia dua tahun tapi belum juga makan bubur dan saya hanya membiarkan. “Nanti ada waktunya sendiri kalau dia mau,” pikir saya. Ternyata keputusan tersebut bukan hal yang tepat. Kebiasaan makan dan tekstur makanan harus sesuai dengan umur dan perkembangan. Haaa… 😥

Sejak pengangguran, saya punya waktu penuh untuk memantau perkembangan Wigar dari hari ke hari. Dulu boro-boro, selalu kekurangan waktu sebelum berangkat kerja dan mempercayakan anak ke Mbok. Urusan belajar makan selalu saja pending.

Sempat merasa bukan ibu yang baik, tapi, ‘tidak memaksa makan’ adalah preventif yang bisa saya lakukan untuk kesehatan mentalnya. Membentuk kebiasaan makan dengan kuota sabar unlimited jadi jawabannya.

Banyak waktu untuk upgrade diri

Thanks to dana darurat. Meski tabungan terkuras untuk back up diri dan keluarga di masa sulit, saya masih punya kesempatan untuk belajar hal-hal yang ingin saya lakukan untuk mencari ide bisnis berkelanjutan—of course, ekstra pengeluaran 😭.

Bisnis aksesoris, belajar bikin kue, bercocok tanam, lebih sering latihan nulis buat blog, belajar SEO, ikut kelas di Skillshare, dan ada banyak list lain menunggu.

Kenapa ini jadi salah satu hal yang saya syukuri? Sembari mendapatkan pekerjaan tetap lagi, tujuan akhir saya nantinya adalah bekerja dengan passion. Saya punya banyak waktu untuk mencoba semua hal yang saya suka, kemudian saya review kembali mana yang sekiranya cocok.

Semakin banyak waktu juga untuk berkontemplasi. Memikirkan target pribadi jangka pendek-menengah-panjang dan usaha-usaha yang menyertainya agar bisa tercapai. Mencoba hidup sesimpel mungkin, jadi pribadi yang lebih mengedepankan solusi ketimbang keluhan, me-manage waktu seefektif mungkin agar berimbang urusan pribadi, bisnis dan keluarga.

Terima kasih juga untuk buku berharga yang dikenalkan suami, The Little Handbook for Big CareerI’ll review it later. Buku ini benar-benar mengubah cara pandang saya tentang karir. ❤

Waktu luang terasa lebih lowong

Layaknya perempuan dan seorang ibu dengan segala keberisikan urusan rumah tangga, me time jarang saya dapatkan saat menjadi karyawan. Begitu pekerjaan rumah dan hal-hal fundamental lain selesai, saya punya waktu untuk drakor-an, nonton film Thriller favorit, baca buku dan Webtoon, lari, mendengarkan playlist Spotify favorit yang saya tidak jamah sesering saat bekerja dulu.

Lebih teratur

Reminder saya kini penuh dengan hal-hal remeh temeh untuk menjaga hidup lebih teratur. Urusan makan Wigar juga ada jam tertentu, saya kini rutin tidur siang, olahraga lebih teratur, pola makan terjaga, berhenti ketergantungan sama kopi—dulu bisa sampai tiga kaleng sehari. Kaleng loh, ya. Kopi kaleng!

Can you imagine the preservative ingredients enter my body for a long time? Haduh.

Banyak waktu bersama keluarga

Meskipun ada rasa bosan ketemu orang yang sama setiap hari selama dua puluh empat jam hampir sepuluh bulan lamanya, dari baru bangun sampai tidur lagi, tetapi ini jadi satu berkah buat saya.

Disaat ibu-ibu lain pergi bekerja dan tidak bisa menikmati kebersamaan dengan buah hati tercinta atau kekurangan waktu untuk memantau perkembangannya, lepas dari pekerjaan tetap membuat saya bisa lebih fokus sama anak. Masa kanak itu cepat banget berlalu, tahu-tahu udah remaja aja; begitu saya melihat perkembangan adik-adik saya dulu.

Ada lebih banyak waktu juga untuk ngobrol target-target rumah tangga sehingga lebih terencana. Semoga bisa terealisasi satu per satu.

Lebih menjaga kesehatan diri dan keluarga

Rajin cuci tangan, pakai masker, olahraga rutin dan menjaga asupan makanan sudah merupakan list wajib seluruh anggota keluarga. Bedanya, saya punya waktu untuk mengajarkan ini ke anak.

be-more-grateful

Sisanya, saya hanya mengandalkan konsep the law of attraction. Lalu, berpasrah diri kepada Tuhan bahwa ada sesuatu yang jauh lebih baik akan tiba setelah kehilangan.

See? There is definitely a good in goodbye.

Selamat tinggal 2020! Meski bukan tahun terbaik, terima kasih atas pelajaran bertahan hidup yang bernilai tiada tanding di situasi pelik.